Selasa, 29 Mei 2012

Rekonsiliasi Bank


REKONSILIASI BANK
Pengertian dan Tujuan Rekonsiliasi Bank
 Rekonsiliasi adalah merupakan salah satu alat / cara untuk menentukan hal-hal yang nampak dalam laporan bank dengan saldo yang nampak dalam catatan pemegang giro (Perusahaan atau Rekening Koran yang dikirim Bank) atau saldo menurut buku kas perusahaan.
 Tujuan dari Rekonsiliasi Bank adalah untuk mengecek ketelitian pencatatan yang terdapat dalam rekening kas dan catatan bank, serta mengetahui penerimaan atau pengeluaran yang sudah terjadi di bank tetapi belum dicatat oleh perusahaan.
Faktor-faktor yang Menyebabkan Perbedaan Pada Rekonsiliasi Bank
Dalam membuat Rekonsiliasi Laporan Bank perlu diketahui bahwa yang direkonsiliasi itu adalah catatan dari pihak perusahaan dan pihak bank yang bersangkutan, sehingga harus dibuat perbandingan antara keduanya agar dapat diketahui perbedaan-perbedaan yang ada. Perbandingan tersebut didapat dengan cara saldo debet pada rekening kas dibandingkan dengan saldo kredit catatan bank, dan sebaliknya saldo kredit pada rekening kas dibandingkan dengan saldo debet catatan bank yang bisa dilihat dari laporan bank kolom pengeluaran. Hal-hal yang menimbulkan perbedaan dapat digolongkan sebagai berikut:
1.      Elemen-elemen yang oleh perusahaan sudah dicatat sebagai penerimaan uang tetapi belum dicatat oleh bank.
2.      Elemen-elemen yang oleh bank sudah dicatat sebagai penerimaan uang tetapi belum dicatat oleh perusahaan.
3.      Elemen-elemen yang oleh perusahaan sudah dicatat sebagai pengeluaran uang tetapi belum dicatat oleh bank.
4.      Elemen-elemen yang oleh bank sudah dicatat sebagai pengeluaran uang tetapi belum dicatat oleh perusahaan
5.      Selain keempat hal diatas, perbedaan antara saldo kas dengan saldo menurut bank bisa juga terjadi akibat kesalahan-kesalahan yang timbul dalam catatan perusahaan maupun dalam catatan bank. Untuk dapat membuat rekonsiliasi laporan bank, kesalahan-kesalahan yang ada harus dikoreksi.
Prosedur Rekonsiliasi Bank
Apabila penerimaan kas setiap hari langsung disetorkan ke bank dan pembayaran dilakukan dengan cek, maka setiap akhir bulan perusahaan perlu mencocokkan saldo menurut catatan perusahaan dengan saldo menurut catatan bank yang tersaji di laporan bank. Prosedur mencocokkan saldo kas menurut catatan perusahaan dan catatan bank dan catatan perusahaan disebut rekonsiliasi bank.
Rekonsiliasi bank dilakukan untuk mengungkapkan setiap kesalahan dan ketidak wajaran yang ada pada catatan perusahaan di bank. Prosedur rekonsiliasi dilakukan untuk mencari sebab-sebab ketidakcocokan yang terjadi antara saldo menurut catatan bank dan catatan perusahaan. Selain itu, rekonsiliasi bank berguna untuk mengecek ketelitian pencatatan dalam rekening kas dan catatan bank. Rekonsiliasi juga berguna untuk mengetahui penerimaan atau pengeluaran yang sudah terjadi di bank tetapi belum dicatat oleh perusahaan.
Logisnya, catatan perusahaan dan catatan bank harus menunjukkan saldo yang sama. Dalam kenyataan, dua saldo tersebut mungkin berbeda. Ketidakcocokan yang terjadi biasanya disebabkan oleh adanya beda waktu yang terjadi dalam prosedur pencatatan, penerimaan dan pengeluaran kas.
Berikut ini adalah penyebab perbedaan antara saldo perusahaan dan saldo bank karena beda waktu mencatat dan salah catat.
  • Setoran dalam perjalanan (deposit intransit)
Setoran dalam perjalanan adalah setoran perusahaan ke bank yang belum dicatat oleh bank karena kemungkinan-kemungkinan berikut.
  1. Aturan intern bank bahwa setoran yang dilakukan pada akhir bulan akan dicatat selang satu hari kerja berikutnya
  2. Aturan intern bank bahwa setoran di atas pukul 12:00 baru dicatat selang satu hari kerja berikutnya
  3. Setoran melalui Automatic Teller Machine (ATM) dicatat selang satu hari kerja berikutnya
  4. Setoran dengan prosedur clearing dicatat setelah selesai prosedur tersebut. Jika clearing selesai pada pukul 10:00, sehingga setoran dengan prosedur clearing yang diterima bank setelah pukul 10:00 akan diselesaikan pada hari clearing berikutnya.
Prosedur pemeriksaan untuk menemukan setoran dalam perjalanan adalah membandingkan semua setoran menurut slip setoran dengan setoran yang tampak dalam laporan bank. Setoran perusahaan yang tidak tampak di laporan bank adalah setoran dalam perjalanan.
  • Cek yang masih beredar (outstanding check)
Cek yang masih beredar adalah cek yang sudah dikeluarkan oleh perusahaan tetapi bank belum membayarnya karena pemegang cek (pihak yang dibayar perusahaan, misalnya supplier) belum menguangkannya ke bank. Prosedur pemeriksaan untuk menemukan cek yang masih beredar adalah membandingkan seluruh cek yang telah dikeluarkan (periksa nomor cek di bonggol cek) dengan cek-cek yang telah diuangkan oleh bank yang tampak di laporan bank. Cek yang tidak nampak di laporan bank adalah cek yang masih beredar.
  • Biaya bank (service charge)
Biaya bank adalah biaya yang dibebankan oleh bank kepada perusahaan atas jasa bank melayani giro perusahaan. Bank langsung mengurangi giro perusahaan, sedangkan perusahaan, sedangkan perusahaan belum mencatatnya karena belum mengetahuinya sebelum menerima laporan bank atau memo debit dari bank. Prosedur pemeriksaan untuk menemukan biaya bank adalah dengan mengidentifikasi memo debit untuk biaya bank di laporan bank (kode memo debit untuk biaya bank pada umumnya DM dengan nomor tertentu).
  • Cek kosong (non-sufficient fund check)
Cek kosong adalah cek yang tidak cukup dananya. Pada waktu perusahaan menerima cek dari pelanggan, perusahaan sudah mengakuinya sebagai penerimaan kas dan disetornya ke bank sebagai penambah saldo rekening giro perusahaan. Di hari berikutnya, ternyata ada pemberitahuan dari bank bahwa cek yang disetorkan tidak cukup dananya. Jika bank belum terlanjur menganggap cek kosong ini sebagai setoran, maka dilaporan bank tidak terdapat setoran tersebut dan juga tidak terjadi pengurangan setoran. Namun jika bank telah telanjur menganggapnya sebagai setoran, maka di laporan bank akan tercantum setoran dan juga pengurangan. Keterangan untuk pengurangan adalah cek kosong (non-sufficient fund check). Prosedur untuk menemukan cek kosong adalah mengidentifikasi memo debit untuk cek kosong di laporan bank (kode DM dengan nomor tertentu).
Di Amerika Serikat, bank menerima setoran berupa cek meskipun cek tersebut berasal dari bank lain. Apabila cek tersebut tidak cukup dananya pada waktu clearing, barulah bank tersebut membatalkan setoran tersebut. Dengan demikian, setiap menyetor cek pelanggan di bank, perusahaan langsung menerima bukti setor (deposit slip) dan oleh karena itu menjadi bukti untuk pencatatan bertambahnya rekening kas di bank. Di Indonesia, bank tidak menerima setoran berupa cek yang berasal dari bank lain, kecuali kalau sudah selesai clearing. Dengan praktik seperti ini, maka perusahaan di Indonesia tidak menganggap cek dari pelanggannya sebagai pelunasan sebelum cek itu dinyatakn tertagih oleh bank setelah selesai clearing. Berdasar uraian sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak satu pun cek kosong telanjur dicatat oleh perusahaan sebagai kas.
  • Pelunasan dari pelanggan (debitor) via transfer giro
Dalam praktik bisnis modern, para debitor atau pelanggan perusahaan membayar utangnya melalui rekening giro perusahaan di bank. Perusahaan baru mengetahui bertambahnya saldo kas dari transfer ini setelah menerima laporan bank atau memo kredit dari bank. Prosedur untuk menemukan transfer dari pihak lain adalah mengidentifikasi memo kredit untuk transfer tersebut di laporan bank (kode CM dengan nomor tertentu).
  • Jasa giro bank
Jasa giro bank adalah balas jasa bank yang diberikan kepada perusahaan karena bank dapat memanfaatkan simpanan giro perusahaan. Dalam hal ini, bank langsung menambah giro perusahaan, sedangkan perusahaan belum mencatatnya karena belum mengetahuinya sebelum menerima laporan bank atau memo kreditdari bank. Prosedur pemeriksaan untuk menemukan jasa giro bank adalah mengidentifikasi memo kredit untuk jasa giro di laporan bank (kode CM dengan nomor tertentu).
  • Salah catat
Apabila setelah mempertimbangkan semua pos di atas, ketidakcocokan antara saldo perusahaan dan saldo bank masih ditemukan, maka dilakukan prosedur pemeriksaan yang lain untuk menentukan kemungkinan salah catat di buku perusahaan dan atau di buku bank. Apabila salah catat telah diidentifikasi, tetapi saldonya belum cocok, maka ada indikasi bahwa kas digelapkan.
Bentuk Rekonsiliasi Bank
Rekonsiliasi bank dapat dibuat dalam 2 macam cara yang berbeda:
·         Rekonsiliasi saldo akhir. Rekonsiliasi ini mempunyai dua bentuk:
1.      Laporan rekonsiliasi saldo bank dan saldo kas untuk menunjukkan saldo yang benar.
2.      Laporan rekonsiliasi saldo bank kepada saldo kas.
·         Rekonsiliasi saldo awal, penerimaan, pengeluaran dan saldo akhir.
Rekonsiliasi ini biasanya dilakukan oleh akuntan pemeriksa (auditor) sebagai alat pengujian yang menyeluruh terhadap transaksi-transaksi kas. Dalam bentuk ini, selain saldo awal dan saldo akhir akan dapat diketahui perbedaan jumlah penerimaan dan pengeluaran antara bank dengan catatan kas. Susunan kolom-kolomnya adalah saldo awal, penerimaan, pengeluaran dan saldo akhir. Dalam mengerjakan rekonsiliasi bentuk ini diperlukan pengetahuan mengenai prosedur pencatatan penerimaan dan pengeluaran kas dan bank, karena prosedur yang digunakan akan mempengaruhi jumlah-jumlah yang akan direkonsiliasikan.
Rekonsiliasi ini mempunyai dua bentuk:
·         Laporan rekonsiliasi saldo bank kepada saldo kas (4 kolom)
·         Rekonsiliasi saldo awal, penerimaan, pengeluaran dan saldo akhir (8 kolom)
Tujuan Pemeriksaan (Audit Objective) Kas & Bank (Rekonsiliasi Bank)
Beberapa tujuan pemeriksaan (Audit Objective) Kas & Bank (Rekonsiliasi Bank) adalah:
1.      Untuk memeriksa apakah terdapat internal control yang cukup baik atas kas dan bank serta transaksi penerimaan dan pengeluaran kas dan bank (Rekonsiliasi Bank 4 kolom).
2.      Untuk memeriksa apakah saldo kas dan bank yang ada di neraca per tanggal neraca betul-betul ada dan dimiliki perusahaan (existence).
3.      Untuk memeriksa apakah ada pembatasan untuk penggunaan saldo kas dan bank.
4.      Untuk memeriksa, seandainya ada saldo kas dan bank dalam valuta asing, apakah saldo tersebut sudah dikonversikan ke dalam rupiah dengan kurs tengah BI pada tanggal neraca dan apakah selisih kurs yang terjadi sudah dibebankan atau dikreditkan ke rugi tahun berjalan.
5.      Untuk memeriksa apakah penyajiannya di neraca sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum (presentation and disclosure).

Definisi Konflik


Definisi Konflik :
Menurut Nardjana (1994) Konflik adalah akibat situasi dimana keinginan atau kehendak yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu.

Menurut Killman dan Thomas (1978), konflik merupakan kondisi terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja (Wijono,1993, p.4)

Menurut Wood, Walace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, dan Osborn (1998:580) yang dimaksud dengan konflik (dalam ruang lingkup organisasi) adalah: Conflict
is a situation which two or more people disagree over issues of organisational substance and/or experience some emotional antagonism with one another.
yang kurang lebih memiliki arti bahwa konflik adalah suatu situasi dimana dua atau banyak orang saling tidak setuju terhadap suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan organisasi dan/atau dengan timbulnya perasaan permusuhan satu dengan yang lainnya.

Menurut Stoner Konflik organisasi adalah mencakup ketidaksepakatan soal alokasi sumberdaya yang langka atau peselisihan soal tujuan, status, nilai, persepsi, atau kepribadian. (Wahyudi, 2006:17)

Daniel Webster mendefinisikan konflik sebagai:
1. Persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama lain.
2. Keadaan atau perilaku yang bertentangan (Pickering, 2001).

Ciri-Ciri Konflik :

Menurut Wijono( 1993 : 37) Ciri-ciri Konflik adalah :
1. Setidak-tidaknya ada dua pihak secara perseorangan maupun kelompok yang terlibat dalam suatu interaksi yang saling bertentangan.
2. Paling tidak timbul pertentangan antara dua pihak secara perseorangan maupun kelompok dalam mencapai tujuan, memainkan peran dan ambigius atau adanya nilai-nilai atau norma yang saling berlawanan.
3. Munculnya interaksi yang seringkali ditandai oleh gejala-gejala perilaku yang direncanakan untuk saling meniadakan, mengurangi, dan menekan terhadap pihak lain agar dapat memperoleh keuntungan seperti: status, jabatan, tanggung jawab, pemenuhan berbagai macam kebutuhan fisik: sandang- pangan, materi dan kesejahteraan atau tunjangan-tunjangan tertentu: mobil, rumah, bonus, atau pemenuhan kebutuhan sosio-psikologis seperti: rasa aman, kepercayaan diri, kasih, penghargaan dan aktualisasi diri.
4. Munculnya tindakan yang saling berhadap-hadapan sebagai akibat pertentangan yang berlarut-larut.
5. Munculnya ketidakseimbangan akibat dari usaha masing-masing pihak yang terkait dengan kedudukan, status sosial, pangkat, golongan, kewibawaan, kekuasaan, harga diri, prestise dan sebagainya.

Tahapan-Tahapan Perkembangan kearah terjadinya Konflik :
1. Konflik masih tersembunyi (laten)
Berbagai macam kondisi emosional yang dirasakan sebagai hal yang biasa dan tidak dipersoalkan sebagai hal yang mengganggu dirinya.
2. Konflik yang mendahului (antecedent condition)
Tahap perubahan dari apa yang dirasakan secara tersembunyi yang belum mengganggu dirinya, kelompok atau organisasi secara keseluruhan, seperti timbulnya tujuan dan nilai yang berbeda, perbedaan peran dan sebagainya.
3. Konflik yang dapat diamati (perceived conflicts) dan konflik yang dapat dirasakan (felt conflict)
Muncul sebagai akibat antecedent condition yang tidak terselesaikan.
4. Konflik terlihat secara terwujud dalam perilaku (manifest behavior)
Upaya untuk mengantisipasi timbulnya konflik dan sebab serta akibat yang ditimbulkannya; individu, kelompok atau organisasi cenderung melakukan berbagai mekanisme pertahanan diri melalui perilaku.
5. Penyelesaian atau tekanan konflik
Pada tahap ini, ada dua tindakan yang perlu diambil terhadap suatu konflik, yaitu penyelesaian konflik dengan berbagai strategi atau sebaliknya malah ditekan.
6. Akibat penyelesaian konflik
Jika konflik diselesaikan dengan efektif dengan strategi yang tepat maka dapat memberikan kepuasan dan dampak positif bagi semua pihak. Sebaliknya bila tidak, maka bisa berdampak negatif terhadap kedua belah pihak sehingga mempengaruhi produkivitas kerja.(Wijono, 1993, 38-41).

Sumber-Sumber Konflik :

1. Konflik Dalam Diri Individu (Intraindividual Conflict)
A. Konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai (goal conflict)
Menurut Wijono (1993, pp.7-15), ada tiga jenis konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai (goal conflict), yaitu:
1) Approach-approach conflict, dimana orang didorong untuk melakukan pendekatan positif terhadap dua persoalan atau lebih, tetapi tujuan-tujuan yang dicapai saling terpisah satu sama lain.
2) Approach-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk melakukan pendekatan terhadap persoalan-persoalan yang mengacu pada satu tujuandan pada waktu yang sama didorong untuk melakukan terhadap persoalan-persoalan tersebut dan tujuannya dapat mengandung nilai positif dan negatif bagi orang yang mengalami konflik tersebut.
3) Avoidance-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk menghindari dua atau lebih hal yang negatif tetapi tujuan-tujuan yang dicapai saling terpisah satu sama lain.
Dalam hal ini, approach-approach conflict merupakan jenis konflik yang mempunyai resiko paling kecil dan mudah diatasi, serta akibatnya tidak begitu fatal.

B. Konflik yang berkaitan dengan peran dan ambigius
Di dalam organisasi, konflik seringkali terjadi karena adanya perbedaan peran dan ambigius dalam tugas dan tanggung jawab terhadap sikap-sikap, nilai-nilai dan harapan-harapan yang telah ditetapkan dalam suatu organisasi.
Filley and House memberikan kesimpulan atas hasil penyelidikan kepustakaan mengenai konflik peran dalam organisasi, yang dicatat melalui indikasi-indikasi yang dipengaruhi oleh empat variabel pokok yaitu :
1) Mempunyai kesadaran akan terjadinya konflik peran.
2) Menerima kondisi dan situasi bila muncul konflik yang bisa membuat tekanan-tekanan dalam pekerjaan.
3) Memiliki kemampuan untuk mentolelir stres.
4) Memperkuat sikap/sifat pribadi lebih tahan dalam menghadapi konflik yang muncul dalam organisasi (Wijono, 1993, p.15).

Stevenin (2000, pp.132-133), ada beberapa faktor yang mendasari munculnya konflik antar pribadi dalam organisasi misalnya adanya:
1. Pemecahan masalah secara sederhana. Fokusnya tertuju pada penyelesaian masalah dan orang-orangnya tidak mendapatkan perhatian utama.
2. Penyesuaian/kompromi. Kedua pihak bersedia saling memberi dan menerima, namun tidak selalu langsung tertuju pada masalah yang sebenarnya.
Waspadailah masalah emosi yang tidak pernah disampaikan kepada manajer. Kadang-kadang kedua pihak tetap tidak puas.
3. Tidak sepakat. Tingkat konflik ini ditandai dengan pendapat yang diperdebatkan. Mengambil sikap menjaga jarak. Sebagai manajer, manajer perlu memanfaatkan dan menunjukkan aspek-aspek yang sehat dari ketidaksepakatan tanpa membiarkan adanya perpecahan dalam kelompok.
4. Kalah/menang. Ini adalah ketidaksepakatan yang disertai sikap bersaing yang amat kuat. Pada tingkat ini, sering kali pendapat dan gagasan orang lain kurang dihargai. Sebagian di antaranya akan melakukan berbagai macam cara untuk memenangkan pertarungan.
5. Pertarungan/penerbangan. Ini adalah konflik “penembak misterius”. Orang-orang yang terlibat di dalamnya saling menembak dari jarak dekat kemudian mundur untuk menyelamatkan diri. Bila amarah meledak, emosi pun menguasai akal sehat. Orang-orang saling berselisih.
6. Keras kepala. Ini adalah mentalitas “dengan caraku atau tidak sama sekali”.
Satu-satunya kasih karunia yang menyelamatkan dalam konflik ini adalah karena biasanya hal ini tetap mengacu pada pemikiran yang logis. Meskipun demikian, tidak ada kompromi sehingga tidak ada penyelesaian.
7. Penyangkalan. Ini adalah salah satu jenis konflik yang paling sulit diatasi karena tidak ada komunikasi secara terbuka dan terus-terang. Konflik hanya dipendam. Konflik yang tidak bisa diungkapkan adalah konflik yang tidak bisa diselesaikan.

Dampak Konflik
Konflik dapat berdampak positif dan negatif yang rinciannya adalah sebagai berikut :
1. Dampak Positif Konflik
Menurut Wijono (1993:3), bila upaya penanganan dan pengelolaan konflik karyawan dilakukan secara efisien dan efektif maka dampak positif akan muncul melalui perilaku yang dinampakkan oleh karyawan sebagai sumber daya manusia potensial dengan berbagai akibat seperti:
1. Meningkatnya ketertiban dan kedisiplinan dalam menggunakan waktu bekerja, seperti hampir tidak pernah ada karyawan yang absen tanpa alasan yang jelas, masuk dan pulang kerja tepat pada waktunya, pada waktu jam kerja setiap karyawan menggunakan waktu secara efektif, hasil kerja meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya.
2. Meningkatnya hubungan kerjasama yang produktif. Hal ini terlihat dari cara pembagian tugas dan tanggung jawab sesuai dengan analisis pekerjaan masing-masing.
3. Meningkatnya motivasi kerja untuk melakukan kompetisi secara sehat antar pribadi maupun antar kelompok dalam organisasi, seperti terlihat dalam upaya peningkatan prestasi kerja, tanggung jawab, dedikasi, loyalitas, kejujuran, inisiatif dan kreativitas.
4. Semakin berkurangnya tekanan-tekanan, intrik-intrik yang dapat membuat stress bahkan produktivitas kerja semakin meningkat. Hal ini karena karyawan memperoleh perasaan-perasaan aman, kepercayaan diri, penghargaan dalam keberhasilan kerjanya atau bahkan bisa mengembangkan karier dan potensi dirinya secara optimal.
5. Banyaknya karyawan yang dapat mengembangkan kariernya sesuai dengan potensinya melalui pelayanan pendidikan (education), pelatihan (training) dan konseling (counseling) dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Semua ini bisa menjadikan tujuan organisasi tercapai dan produktivitas kerja meningkat akhirnya kesejahteraan karyawan terjamin.

2. Dampak Negatif Konflik
Dampak negatif konflik (Wijono, 1993, p.2), sesungguhnya disebabkan oleh kurang efektif dalam pengelolaannya yaitu ada kecenderungan untuk membiarkan konflik tumbuh subur dan menghindari terjadinya konflik. Akibatnya muncul keadaan-keadaan sebagai berikut:
1. Meningkatkan jumlah absensi karyawan dan seringnya karyawan mangkir pada waktu jam-jam kerja berlangsung seperti misalnya ngobrol berjam-jam sambil mendengarkan sandiwara radio, berjalan mondar-mandir menyibukkan diri, tidur selama pimpinan tidak ada di tempat, pulang lebih awal atau datang terlambat dengan berbagai alasan yang tak jelas.
2. Banyak karyawan yang mengeluh karena sikap atau perilaku teman kerjanya yang dirasakan kurang adil dalam membagi tugas dan tanggung jawab.
Seringnya terjadi perselisihan antar karyawan yang bisa memancing kemarahan, ketersinggungan yang akhirnya dapat mempengaruhi pekerjaan, kondisi psikis dan keluarganya.
3. Banyak karyawan yang sakit-sakitan, sulit untuk konsentrasi dalam pekerjaannya, muncul perasaan-perasaan kurang aman, merasa tertolak oleh teman ataupun atasan, merasa tidak dihargai hasil pekerjaannya, timbul stres yang berkepanjangan yang bisa berakibat sakit tekanan darah tinggi, maag ataupun yang lainnya.
4. Seringnya karyawan melakukan mekanisme pertahanan diri bila memperoleh teguran dari atasan, misalnya mengadakan sabotase terhadap jalannya produksi, dengan cara merusak mesin-mesin atau peralatan kerja, mengadakan provokasi terhadap rekan kerja, membuat intrik-intrik yang merugikan orang lain.
5. Meningkatnya kecenderungan karyawan yang keluar masuk dan ini disebut labor turn-over. Kondisi semacam ini bisa menghambat kelancaran dan kestabilan organisasi secara menyeluruh karena produksi bisa macet, kehilangan karyawan potensial, waktu tersita hanya untuk kegiatan seleksi dan memberikan latihan dan dapat muncul pemborosan dalam cost benefit.

Konflik yang tidak terselesaikan dapat merusak lingkungan kerja sekaligus orang-orang di dalamnya, oleh karena itu konflik harus mendapat perhatian. Jika tidak, maka seorang manajer akan terjebak pada hal-hal seperti:
1. Kehilangan karyawan yang berharga dan memiliki keahlian teknis. Dapat saja mereka mengundurkan diri. Manajer harus menugaskan mereka kembali, dan contoh yang paling buruk adalah karena mungkin Manajer harus memecat mereka.
2. Menahan atau mengubah informasi yang diperlukan rekan-rekan sekerja yang lurus hati agar tetap dapat mencapai prestasi.
3. Keputusan yang lebih buruk yang diambil oleh perseorangan atau tim karena mereka sibuk memusatkan perhatian pada orangnya, bukan pada masalahnya.
4. Kemungkinan sabotase terhadap pekerjaan atau peralatan. Seringkali dimaklumi sebagai faktor “kecelakaan” atau “lupa”. Namun, dapat membuat pengeluaran yang diakibatkan tak terhitung banyaknya.
5. Sabotase terhadap hubungan pribadi dan reputasi anggota tim melalui gosip dan kabar burung. Segera setelah orang tidak memusatkan perhatian pada tujuan perubahan, tetapi pada masalah emosi dan pribadi, maka perhatian mereka akan terus terpusatkan ke sana.
6. Menurunkan moral, semangat, dan motivasi kerja. Seorang karyawan yang jengkel dan merasa ada yang berbuat salah kepadanya tidak lama kemudian dapat meracuni seluruh anggota tim. Bila semangat sudah berkurang, manajer akan sulit sekali mengobarkannya kembali.
7. Masalah yang berkaitan dengan stres. Ada bermacam-macam, mulai dari efisiensi yang berkurang sampai kebiasaan membolos kerja. (Stevenin,2000 : 131-132).

Strategi Mengatasi Konflik
Menurut Stevenin (2000, pp.134-135), terdapat lima langkah meraih kedamaian dalam konflik. Apa pun sumber masalahnya, lima langkah berikut ini bersifat mendasar dalam mengatasi kesulitan:
1. Pengenalan
Kesenjangan antara keadaan yang ada diidentifikasi dan bagaimana keadaan yang seharusnya. Satu-satunya yang menjadi perangkap adalah kesalahan dalam mendeteksi (tidak mempedulikan masalah atau menganggap ada masalah padahal sebenarnya tidak ada).
2. Diagnosis
Inilah langkah yang terpenting. Metode yang benar dan telah diuji mengenai siapa, apa, mengapa, dimana, dan bagaimana berhasil dengan sempurna. Pusatkan perhatian pada masalah utama dan bukan pada hal-hal sepele.
3. Menyepakati suatu solusi
Kumpulkanlah masukan mengenai jalan keluar yang memungkinkan dari orang-orang yang terlibat di dalamnya. Saringlah penyelesaian yang tidak dapat diterapkan atau tidak praktis. Jangan sekali-kali menyelesaikan dengan cara yang tidak terlalu baik. Carilah yang terbaik.
4. Pelaksanaan
Ingatlah bahwa akan selalu ada keuntungan dan kerugian. Hati-hati, jangan biarkan pertimbangan ini terlalu mempengaruhi pilihan dan arah kelompok.
5. Evaluasi
Penyelesaian itu sendiri dapat melahirkan serangkaian masalah baru. Jika penyelesaiannya tampak tidak berhasil, kembalilah ke langkah-langkah sebelumnya dan cobalah lagi.

Stevenin (1993 : 139-141) juga memaparkan bahwa ketika mengalami konflik, ada hal-hal yang tidak boleh dilakukan di tengah-tengah konflik, yaitu:
1. Jangan hanyut dalam perebutan kekuasaan dengan orang lain. Ada pepatah dalam masyarakat yang tidak dapat dipungkiri, bunyinya: bila wewenang bertambah maka kekuasaan pun berkurang, demikian pula sebaiknya.
2. Jangan terlalu terpisah dari konflik. Dinamika dan hasil konflik dapat ditangani secara paling baik dari dalam, tanpa melibatkan pihak ketiga.
3. Jangan biarkan visi dibangun oleh konflik yang ada. Jagalah cara pandang dengan berkonsentrasi pada masalah-masalah penting. Masalah yang paling mendesak belum tentu merupakan kesempatan yang terbesar.

Menurut Wijono (1993 : 42-125) strategi mengatasi konflik, yaitu:

1. Strategi Mengatasi Konflik Dalam Diri Individu (Intraindividual Conflict)
Menurut Wijono (1993 : 42-66), untuk mengatasi konflik dalam diri individu diperlukan paling tidak tujuh strategi yaitu:
1) Menciptakan kontak dan membina hubungan
2) Menumbuhkan rasa percaya dan penerimaan
3) Menumbuhkan kemampuan /kekuatan diri sendiri
4) Menentukan tujuan
5) Mencari beberapa alternatif
6) Memilih alternatif
7) Merencanakan pelaksanaan jalan keluar

2. Strategi Mengatasi Konflik Antar Pribadi (Interpersonal Conflict)
Menurut Wijono (1993 : 66-112), untuk mengatasi konflik dalam diri individu diperlukan paling tidak tiga strategi yaitu:

1) Strategi Kalah-Kalah (Lose-Lose Strategy)
Beorientasi pada dua individu atau kelompok yang sama-sama kalah. Biasanya individu atau kelompok yang bertikai mengambil jalan tengah (berkompromi) atau membayar sekelompok orang yang terlibat dalam konflik atau menggunakan jasa orang atau kelompok ketiga sebagai penengah.
Dalam strategi kalah-kalah, konflik bisa diselesaikan dengan cara melibatkan pihak ketiga bila perundingan mengalami jalan buntu. Maka pihak ketiga diundang untuk campur tangan oleh pihak-pihak yang berselisih atau barangkali bertindak atas kemauannya sendiri. Ada dua tipe utama dalam campur tangan pihak ketiga yaitu:
a. Arbitrasi (Arbitration)
Arbitrasi merupakan prosedur di mana pihak ketiga mendengarkan kedua belah pihak yang berselisih, pihak ketiga bertindak sebagai hakim dan penengah dalam menentukan penyelesaian konflik melalui suatu perjanjian yang mengikat.
b. Mediasi (Mediation)
Mediasi dipergunakan oleh Mediator untuk menyelesaikan konflik tidak seperti yang diselesaikan oleh abriator, karena seorang mediator tidak mempunyai wewenang secara langsung terhadap pihak-pihak yang bertikai dan rekomendasi yang diberikan tidak mengikat.

2) Strategi Menang-Kalah (Win-Lose Strategy)
Dalam strategi saya menang anda kalah (win lose strategy), menekankan adanya salah satu pihak yang sedang konflik mengalami kekalahan tetapi yang lain memperoleh kemenangan.
Beberapa cara yang digunakan untuk menyelesaikan konflik
dengan win-lose strategy (Wijono, 1993 : 44), dapat melalui:
a. Penarikan diri, yaitu proses penyelesaian konflik antara dua atau lebih pihak yang kurang puas sebagai akibat dari ketergantungan tugas (task independence).
b. Taktik-taktik penghalusan dan damai, yaitu dengan melakukan tindakan perdamaian dengan pihak lawan untuk menghindari terjadinya konfrontasi terhadap perbedaan dan kekaburan dalam batas-batas bidang kerja (jurisdictioanal ambiquity).
c. Bujukan, yaitu dengan membujuk pihak lain untuk mengubah posisinya untuk mempertimbangkan informasi-informasi faktual yang relevan dengan konflik, karena adanya rintangan komunikasi (communication barriers).
d. Taktik paksaan dan penekanan, yaitu menggunakan kekuasaan formal dengan menunjukkan kekuatan (power) melalui sikap otoriter karena dipengaruhi oleh sifat-sifat individu (individual traits).
e. Taktik-taktik yang berorientasi pada tawar-menawar dan pertukaran persetujuan sehingga tercapai suatu kompromi yang dapat diterima oleh dua belah pihak, untuk menyelesaikan konflik yang berkaitan dengan persaingan terhadap sumber-sumber (competition for resources) secara optimal bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

3) Strategi Menang-Menang (Win-Win Strategy)
Penyelesaian yang dipandang manusiawi, karena menggunakan segala pengetahuan, sikap dan keterampilan menciptakan relasi komunikasi dan interaksi yang dapat membuat pihak-pihak yang terlibat saling merasa aman dari ancaman, merasa dihargai, menciptakan suasana kondusif dan memperoleh kesempatan untuk mengembangkan potensi masing-masing dalam upaya penyelesaian konflik. Jadi strategi ini menolong memecahkan masalah pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, bukan hanya sekedar memojokkan orang.
Strategi menang-menang jarang dipergunakan dalam organisasi dan industri, tetapi ada 2 cara didalam strategi ini yang dapat dipergunakan sebagai alternatif pemecahan konflik interpersonal yaitu:
a. Pemecahan masalah terpadu (Integrative Problema Solving) Usaha untuk menyelesaikan secara mufakat atau memadukan kebutuhan-kebutuhan kedua belah pihak.
b. Konsultasi proses antar pihak (Inter-Party Process Consultation) Dalam penyelesaian melalui konsultasi proses, biasanya ditangani oleh konsultan proses, dimana keduanya tidak mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan konflik dengan kekuasaan atau menghakimi
salah satu atau kedua belah pihak yang terlibat konflik

3. Strategi Mengatasi Konflik Organisasi (Organizational Conflict)
Menurut Wijono (1993, pp.113-125), ada beberapa strategi yang bisa dipakai untuk mengantisipasi terjadinya konflik organisasi diantaranya adalah:

1) Pendekatan Birokratis (Bureaucratic Approach)
Konflik muncul karena adanya hubungan birokratis yang terjadi secara vertikal dan untuk menghadapi konflik vertikal model ini, manajer cenderung menggunakan struktur hirarki (hierarchical structure) dalam hubungannya secara otokritas. Konflik terjadi karena pimpinan berupaya mengontrol segala aktivitas dan tindakan yang dilakukan oleh bawahannya. Strategi untuk pemecahan masalah konflik seperti ini biasanya dipergunakan sebagai pengganti dari peraturan-peraturan birokratis untuk mengontrol pribadi bawahannya. Pendekatan birokratis (Bureaucratic Approach) dalam organisasi bertujuan mengantisipasi konflik vertikal (hirarkie) didekati dengan cara menggunakan hirarki
struktural (structural hierarchical).

2) Pendekatan Intervensi Otoritatif Dalam Konflik Lateral (Authoritative Intervention in Lateral Conflict)
Bila terjadi konflik lateral, biasanya akan diselesaikan sendiri oleh pihak-pihak yang terlibat konflik. Kemudian jika konflik tersebut ternyata tidak dapat diselesaikan secara konstruktif, biasanya manajer langsung melakukan intervensi secara otoratif kedua belah pihak.

3) Pendekatan Sistem (System Approach)
Model pendekatan perundingan menekankan pada masalah-masalah kompetisi dan model pendekatan birokrasi menekankan pada kesulitan-kesulitan dalam kontrol, maka pendekatan sistem (system Approach) adalah mengkoordinasikan masalah-masalah konflik yang muncul.
Pendekatan ini menekankan pada hubungan lateral dan horizontal antara fungsi-fungsi pemasaran dengan produksi dalam suatu organisasi.

4) Reorganisasi Struktural (Structural Reorganization)
Cara pendekatan dapat melalui mengubah sistem untuk melihat kemungkinan terjadinya reorganisasi struktural guna meluruskan perbedaan kepentingan dan tujuan yang hendak dicapai kedua belah pihak, seperti membentuk wadah baru dalam organisasi non formal untuk mengatasi konflik yang berlarut-larut sebagai akibat adanya saling ketergantungan tugas (task interdependence) dalam mencapai kepentingan dan tujuan yang berbeda sehingga fungsi organisasi menjadi kabur.

Obligasi


OBLIGASI


Obligasi (bond) adalah suatu utang atau kewajiban jangka panjang yang akan dibayar kembali pada saat jatuh tempo dengan bunga yang tetap (kupon) jika ada. Karena obligasi membayar bunga yang  besarnya tetap, maka obligasi dikenal juga sebagai sekuritas pendapatan tetap. Obligasi diperdagangkan di pasar modal, khususnya di pasar obligasi. Di Indonesia, obligasi diperdagangkan di Bursa Efek Surabaya. Obligasi yang tercatat di pasar modal diberi kode yang bertujuan untuk membedakan satu obligasi dengan obligasi yang lain, untuk kepentingan pencarian dan organisasi data di computer dan untuk menunjukkan karakteristik dari obligasinya. Obligasi (bond) dapat berupa serial bond (obligasi seri) dan term bond (obligasi termin) atau kombinasi keduanya. Serial bond (obligasi seri) adalah suatu kelompok obligasi yang obligasi-obligasinya akan jatuh tempo berurutan, yaitu satu atau lebih obligasi akan jatuh tempo periode berikutnya setelah satu atau lebih obligasi lainnya jatuh tempo. Term bond (obligasi termin) adalah obligasi-obligasi yang jatuh tempo  bersamaan waktunya.

Terdapat beberapa macam obligasi ditinjau dari penerbitnya, yaitu obligasi pemerintah (government bord) adalah surat utang jangka panjang pemerintah kepada masyarakat. Municipal bond adalah obligasi yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Pemerintah daerah biasanya mengeluarkan obligasi ini untuk pembiayaan modal, seperti pembangunan jalan, rumah sakit umum dan lainnya. Pendapatan dari pembiayaan modal ini akan digunakan untuk membayar kembali utang obligasinya. Obligasi perusahaan (Corporate bond) adalah Surat utang jangka panjang yang dikeluarkan oleh perusahaan swasta dengan nilai utang akan dibayarkan kembali pada saat jatuh tempo sesuai dengan kontrak utangnya. Nilai obligasi dapat berupa nilai maturity, nilai pasar obligasi, dan nilai intrinsik. Obligasi dapat berupa coupon bond dan Pure-discount bond. Likuiditas atau disebut juga dengan marketability dari suatu obligasi menunjukkan seberapa cepat investor dapat menjual obligasinya tanpa harus mengorbankan harga obligasinya.

Beberapa pengukuran yang digunakan untuk mengukur yield dari suatu obligasi, yaitu current yield, yield to maturity, dan yield to call. Hak penerbit obligasi untuk membayar obligasinya pada nilai par sewaktu-waktu sebelum jatuh tempo disebut dengan hak tarik. Rentang hasil adalah perbedan antara yield to maturity (YTM) yang dijanjikan dengan YTM suatu obligasi bebas gagal yang mempunyai nilai kupon dan waktu maturity yang sama. Risiko obligasi adalah kemungkinan obligasi tidak dibayar. Teorema penilaian obligasi menjelaskan bagaimana hubungan antara harga obligasi akibat perubahan-perubahan suku bunga, muturiti, dan nilai kupon. Hasil pasar (market yield) adalah hubungan antara perubahan suku bunga terhadap harga obligasi.

Return dan Risiko Portofolio


RETURN DAN RISIKO PORTOFOLIO

Return realisasian dan return ekspektasian dari portofolio merupakan rata-rata tertimbang dari return-return seluruh sekuritas tunggal. Return realisasian portofolio adalah rata-rata tertimbang dari return-return realisasian tiap-tiap sekuritas tunggal di dalam portofolio. Sedangkan return ekspektasian portofolio adalah rata-rata tertimbang dari return-return ekspektasian tiap-tiap sekuritas tunggal di dalam portofolio. Risiko portofolio (portofolio risk) tidak merupakan rata-rata tertimbang dari seluruh risiko sekuritas tunggal. Risiko portofolio mungkin dapat lebih kecil dari risiko rata-rata tertimbang dari masing-masing sekuritas tunggal. Persyaratan utama untuk dapat mengurangi risiko di dalam portofolio ialah return untuk masing-masing sekuritas tidak berkorelasi secara positif dan sempurna. Misalnya dalam suatu portofolio terdiri dari dua aktiva yaitu sekuritas A dan sekuritas B. Porsi sekuritas A di dalam portofolio adalah sebesar a dan sekuritas B sebebsar b atau (1 - a). Return realisasian sekuritas A dan B berturut-turut adalah RA dan RB. Dengan demikian, return realisasian dari portofolio yang merupakan rata-rata tertimbang return-return sekuritas  A dan B adalah sebesar: Rp = a • RA + b • RB. Sedangkan return ekspektasian adalah sebesar: E(Rp) = E(a • RA) + E(b • RB).

Risiko portofolio adalah varian return sekuritas-sekuritas yang membentuk portofolio tersebut. Kovarian dalah pengukur yang menunjukkan arah pergerakan dua buah variabel. Nilai kovarian yang positif menunjukkan nilai-nilai dari dua variabel bergerak ke arah yang sama. Nilai kovarian yang negatif menunjukkan nilai-nilai dari dua variable independen, yaitu pergerakan satu variabel tidak ada hubungannya dengan pergerakan variabel yang lainnya. Kovarian dapat dihitung menggunakan cara probabilitas maupun menggunakan data historis. Koefisien korelasi menunjukkan besarnya hubungan pergerakan antara dua variabel relatif terhadap masing-masing deviasinya. Koefisien korelasi lebih dapat menjelaskan besarnya diversifikasi yang dapat dicapai oleh portofolio dibandingkan dengan kovarian. Bagian dari risiko sekuritas yang dapat dihilangkan dengan membentuk portofolio yang well- diversified disebut dengan risiko yang dapat di-diversifikasi (diversifiable risk) atau risiko perusahaan atau risiko spesifik atau risiko unik.. Contohnya adalah pemogokan buruh. Sebaliknya risiko yang tidak dapat didivertifikasikan oleh portofolio disebut dengan nondiversifiable risk atau risiko sistematik. Risiko ini terjadi karena kejadian-kejadian di luar kegiatan perusahaan. Contohnya adalah terjadinya inflasi. Risiko total (total risk) merupakan penjumlahan dari diversifiable dan nondiversifiable risks. Diversifikasi risiko ini sangat penting untuk investor, karena dapat meminimumkan risiko tanpa harus mengurangi return yang diterima.

Diversifikasi dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti misalnya, dengan membentuk portofolio berisi banyak aktiva, secara random atau dengan metode Markowitz. Diversifikasi secara random merupakan pembentukan portofolio dengan memilih sekuritas-sekuritas secara acak tanpa memperhatikan karakteristik dari investasi yang relevan seperti misalnya return dari sekuritas itu sendiri. 

Return dan Risiko Tunggal Aktiva



RETURN DAN RISIKO TUNGGAL AKTIVA


Return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi. Return dapat berupa return realisasian maupun return ekspektasian. Return realisasian (realized return) merupakan return yang telah terjadi. Beberapa pengukuran return realisasian yang banyak digunakan adalah return total atau sering juga disebut return saja merupakan return keseluruhan dari suatu investasi dalam suatu periode yang tertentu yang terdiri dari capital gain (loss) dan yeild. Return total dapat bernilai positif dan negatif. Relatif return dapat digunakan, yaitu dengan menambahkan nilai 1 terhadap nilai return total. Indeks kumulatif return digunakan untuk mengukur akumulasi semua return mulai dari kemakmuran awal hingga mengetahui total kemakmuran. Return yang disesuaikan merupakan penyesuaian return nominal dengan tingkat inflasi yang ada. Rata-rata geometrik digunakan untuk menghitung rata-rata yang memperhatikan tingkat pertumbuhan kumulatif dari waktu ke waktu. Rata-rata arithmatika digunakan untuk menghitung rata-rata untuk satu periode yang sama dari banyak return tanpa melibatkan pertumbuhan. Sedangkan return ekspektasian adalah return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor dimasa mendatang. Return ekspektasian merupakan return yang digunakan untuk pengambilan keputusan investasi. Return ekspektasian dapat dihitung berdasarkan beberapa cara, yaitu berdasarkan nilai ekspektasian masa depan, berdasarkan nilai-nilai return historis, berdasarkan model return ekspektasian yang ada.

Return dan risiko merupakan dua hal yang tidak terpisah, karena pertimbangan suatu investasi merupakan trade-off dari kedua faktor ini. Return dan risiko mempunyai hubungan yang positif, semakin besar risiko yang ditanggung, semakin besar return yang harus dikompensasikan. Risiko adalah sesuatu yang menghilangkan atau menurunkan nilai. Oleh karena itu, pengukuran dengan deviasi standar yang juga dimasukkan nilai-nilai di atas nilai ekspetasianya yang dianggap tidak tepat. Pengukuran seharusnya hanya memasukkan nilai-nilai di bawah nilai yang diekspektasi saja atau disebut semivariance. Pengukuran risiko yang menghindari pengkuadratan adalah mean absolute deviation  (MAD), karena varian maupun semivariance sangat sensitif terhadap jarak dari nilai ekspektasian karena pengkuadratan tersebut. Risiko sering juga dihubungkan dengan penyimpangan atau deviasi dari outcome yang diterima dengan yang diekspektasi. Risiko berdasarkan probabilitas merupakan penyimpangan standar atau deviasi standar yang merupakan pengukuran yang digunakan untuk menghitung risiko. Risiko yang berdasarkan data historis merupakan risiko yang diukur dengan deviasi standar yang menggunakan data historis.

Koefisien variasi dapat digunakan untuk mempertimbangkan return ekspektasian dan risiko aktiva secara bersamaan. Return ekspektasian dan risiko mempunyai hubungan yang positif. Hubungan positif ini hanya berlaku untuk return yang belum terjadi dan dapat tidak terjadi pada return yang sudah terjadi.